Sebuah Khayalanku




Dalam salah satu relung khayalku ada sebuah rumah mungil di kaki gunung. Lalu di halaman belakangnya membentang lahan yang berujung pada hutan pinus di kaki gunung.

Dan obrolan yang ada di rumah itu hanyalah tentang hari-hari yang sungguh mudah dan sederhana untuk dijalani. Penghuni rumah tak pernah pusing tentang beban hidup yang katanya semakin berat dijalani.

Dalam pikiran penghuni rumah, yang ada hanyalah rencana-rencana sederhana untuk mengisi hari-hari yang sederhana. Tak pernah kurang, walaupun tak pernah juga merasa berlebihan.

Semuanya serba cukup untuk sebuah hidup yang sederhana.

Di tiap malam, penghuni rumah asyik mengobrol dengan tetangga tentang panen sayuran yang sebentar lagi tiba.

Lalu hujan dengan kabutnya berkawan dengan gelapnya malam yang misterius. Sekalipun misterius, namun sungguh menenangkan, damai sepanjang malam.

Lalu pagi yang masih tipis berkabut, penghuni rumah sudah terbangun untuk menjerang air. Kemudian kopi hitam adalah penanda awal dimulainya hari. Kopi yang hitam, tidak terlalu manis mengalirkan semangat serta senyum indah menyambut pagi yang semakin cerah.

Dengan langkah ringan penghuni rumah menuju ladang. Berjuang dengan panen sayurnya yang pertama di akhir bulan Juni.
Lalu setelah matahari tepat di atas kepala, adalah saat untuk beristirahat di bawah dangau di pinggir ladang.

Ditemani sungai kecil yang bergemiricik, penghuni rumah membuka rantang hijau makan siangnya. Lalu air putih yang dingin dan segar mengalir melewati kerongkongan yang kering karena bekerja. Air yang lewat sekan menyapu penat dan mengurangi gerah karena aktivitas.

Lalu panen berlanjut hingga senja. Dan mobil bak segera penuh dengan keranjang sayur bertumpukkan. Hasil panen meluncur ke rumah, dan esok siap diantar untuk dijajakan.

Sore yang tenang, dengan senyum yang mengembang. Penghuni rumah bertukar tembang tentang hari-hari yang riang. Riang karena hidup sungguh ringan, seringan langkah di atas awan berarakan.

Senyum yang mengembang seakan hidup di surga yang senantiasa tenang.

Lalu suara alam saat langit mulai malam mengisi udara. Serangga-serangga malam berorkestra sama riang. Seriang penghuni rumah sepulang berladang.

Kemudian syukur tak pernah berhenti berkumandang, lalu sembah sujud kepada Tuhan senantiasa.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dongeng Tentang Lumba-Lumba

Cerita Tentang Tjilik Riwut

Patah tumbuh hilang berganti