Jalan Setapak



Jalan Setapak
Irna Kurniasari

Seperti biasa, malam itu aku pulang dengan bis kota favoritku. Bis kota pada umumnya, ada pengamen yang menjual suara di dalamnya. Malam itu ada seorang pengamen yang penampilan luarnya membuat orang enggan memperhatikannya. Rambut gondrong tak beraturan, baju kucel dan sepotong kertas.
Ia bersenandung, saat itu aku pun tidak terlalu menyimaknya. Aku hanya mendengar sepenggal-sepenggal liriknya dan aku tidak peduli. Selesai bersenandung, pengamen itu pun memberitahukan bahwa tembang yang ia senandungkan itu adalah puisi Taufiq Ismail.
Pernyataannya itu sedikit menggelitik keingintahuanku. Kemudian pengamen itu pun membacakan beberapa puisi dan aku pun lagi-lagi tidak terlalu menyimaknya. Di sesi terakhir pengamen itu menengadahkan wadah sawernya sambil menyenandungkan kembali tembang yang ia bawakan di awal tadi.
Tapi di sesi terakhir ini ada lirik tembang tersebut yang nyangkut di telingaku, aku jadi menyimak dengan seksama tembang yang ia senandungkan tersebut. Selesai pertunjukan pengamen itu, aku segera googling untuk menjawab keingintahuanku.

“Jika engkau tak mampu menjadi jalan raya, jadilah saja jalan kecil, tapi jalan setapak yang mengantarkan orang ke mata air”
-Kerendahan Hati, Taufik Ismail-

Itulah lirik yang nyangkut di telingaku.

Jalan setapak yang mengantarkan orang ke mata air.. Jalan setapak ke mata air.. Kata-kata itu lalu-lalang di kepalaku. Ditambah lagi baris-baris terakhir dari puisi Taufik Ismail itu:


“Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi rendahnya nilai dirimu,
Jadilah dirimu sendiri, Sebaik-baiknya dari dirimu.”

Menyadarkanku betapa picik dan sempitnya pikiranku. Ketika aku merasa bukan siapa-siapa dan tidak melakukan apa-apa. Kenapa aku harus peduli dengan apa yang orang pikirkan tentang aku atau berapa nilai yang orang berikan atas diriku?
Harusnya ketika ku ikhlas melakukan semua dan hanya mengharapkan keridhoanNya, aku hanya peduli dengan “Sudah yang terbaikkah yang aku berikan?” atau “Sudah benarkah niat dan cara aku mengerjakannya?”
Karena aku hanya bertugas menyelesaikan bagianku dan hanya Dia lah yang berhak menilainya. Tak perlu khawatir dengan nilai kecil yang 'orang' berikan, karena yakinlah Dia memberikanmu nilai yang sangat BESAR atas usaha, kerja keras, kesungguhan dan keikhlasanmu.
Mungkin 'orang' itu hanya perlu waktu untuk menyadarkannya bahwa nilai kecil itu lah yang menjadi jalan baginya untuk menemukan mata air.

Kalau bisa jadi jalan raya yang mengantarkan orang ke mata air??

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dongeng Tentang Lumba-Lumba

Cerita Tentang Tjilik Riwut

Patah tumbuh hilang berganti