Atas Nama Rakyat ??!!

Atas nama Rakyat, di panggung ia bicara berbusa tentang melaratnya Rakyat.
Pada sebuat teks pidato, ditulisnya pula tentang tentang mahalnya harga bangku sekolah.
Lalu dengan lantang dia bacakan semua yang tertulis, berkali-kali dia bilang “atas nama Rakyat”.
Dia janji tentang sebuah solusi.
Janji itu betul-betul diucapkan, sekali lagi, diucapkan kawan!
Kami yakin kami mendengarnya dia ucap janji!
Coba saja janji itu hanya dalam benaknya, sayangnya dia janji atas nama Rakyat.
Di pinggir kiri bibirnya, ada buih busa, bibirnya meracau tentang hal-hal yang akan menjadi lebih baik.
Aku sih samar mendengarnya, tapi aku yakin tentang itulah yang dia bilang, tentang esok yang katanya lebih cerah.
Bingung aku dan yang lainnya mendengarnya,
bagaimana bisa lebih cerah, wong untuk empat bulan ke depan masih musim penghujan,
sekarang saja mendung menjadi primadona di seantero mega tanah ini.
Tapi dia bukan wong gemblung sing ngomong, dia sarjana kawan, lulusan luar katanya. Sudah pernah pula ia berhaji.
Setelah periode pementasan rampung sepenuhnya, dia ternyata berhasil naik dan masuk ke gedung bundar, gedung hijau yang dibangun mirip labia mayora.
Dia berkantor di sana sekarang, dia rajin rapat hingga larut malam. Sehingga jika jenuh dia memilih pergi melancong ke negeri seberang.
Siapapun pasti jenuh jika kerja hingga larut malam, dan pastinya butuh penghiburan dan penyegaran.
Tapi dia sepertinya terlalu banyak melancong dan janjinya kok tidak pernah terwujud.
Jangankan terwujud, dia pun tidak pernah muncul barang sepucuk hidungnya!
Padahal Rakyat terlanjur ingat akan janjinya, kami ingat betul dengan janji yang dulu terucap. Apa salah jika kami mengingatnya?!
Sebab janji itu atas nama Rakyat. Sedang dia, tak lagi ingat pada janji yang terucap.
Seandainya janji itu dia simpan dalam-dalam di balik benaknya, niscaya rakyat tak akan pernah mendengarnya.
Lalu tak akan pernah ada harap yang kian berkembang dan merekah dari hari ke hari, menunggu untuk terwujud.
Menunggu janji yang terlanjur terucap, mungkin sama halnya dengan berjalan gontai di padang tandus, gontai karena di punggung bersesakan harapan hingga berat rasanya memanggulnya. Lalu di pelupuk mata ada oasis yang terlihat, tapi sayanganya semakin didekati malah semakin hilang menguap bagai gas, ternyata itu hanyalah hal yang semu.
Kenapa ya mereka senang dengan frasa “Atas Nama Rakyat”?!
Dan kenapa pula ia dan mereka gemar umbar janji atas nama Rakyat?!
Padahal Rakyat, menaruh harapan pada tiap janji.
Jika janji tak pernah terwujud, jangan salahkan kami jika kami kecewa.
Kecewa buat kami sudah biasa, sudah sering kami merasa.
Tapi, janganlah ditambah terus jika tak pernah tahu caranya mengobati kekecewaan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dongeng Tentang Lumba-Lumba

Cerita Tentang Tjilik Riwut

Patah tumbuh hilang berganti